BALI - Restoran Curry in Bali di Jl. Danau Tamblingan No. 51, Sanur, Kota Denpasar, Bali yang diduga belum lengkap izin operasionalnya kembali beroperasi.
Tiga warga negara asing (WNA) asal India yang merupakan pemilik dan koki restoran yang sebelumnya juga diduga menyalahi izin kerja dengan menggunakan visa kunjungan, kini mereka telah beraktifitas kembali di restoran itu.
Meski begitu, dengan beroperasinya kembali restoran yang sebelumnya mendapat sorotan dari sejumlah media beberapa waktu lalu itu, saat ini kembali menuai pertanyaan dari masyarakat dan pengamat publik.
"Klien saya dulu hanya melakukan pemasaran (marketing) di media sosial Facebook, tapi dengan mudah dideportasi ke negara asalnya oleh pihak imigrasi. Tapi untuk pemilik restoran ini justru masih bebas berkeliaran dan gampang sekali membuka usaha di Bali. Harusnya Imigrasi tegas dan tidak tebang pilih," ujar Ryan, salah seorang pengusaha jasa di bilangan Sanur, Kota Denpasar saat ditemui di kantornya, Jumat (17/2/2013).
Menurut Ryan, ada beberapa rekan bisnis dan kliennya yang mendapatkan tindakan tegas dari pihak imigrasi Bali yang dianggap tidak adil. Pasalnya, hanya karena persoalan pelanggaran sepele rekan bisnis dan kliennya dideportasi ke negara asalnya.
"Saya dapat kabar kalau pemilik restoran ini sempat menghilang setelah beritanya viral di media. Dan saya dapat kabar, orang ini tidak pernah memenuhi panggilan klarifikasi dari Kanwil Kemenkumham Bali. Sekarang tiba-tiba muncul dengan terus membuka usahanya yang saya diduga juga belum memiliki kelengkapan izin operasional," jelasnya.
Coba saja datang ke restoran itu, kata Ryan, kalau memang sudah memiliki izin operasional usaha secara resmi pasti mereka kenakan pajak pada setiap transaksi. "Nih semalam saya coba makan di sana, masih pakai bon tulis tangan yang belum kena pajak. Gila kan itu?" tukasnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Studi Sosial Lingkungan dan Perkotaan (LS2LP) Badar Subur mengaku kaget dengan adanya kabar bahwa Restoran Curry in Bali telah kembali beroperasi. Pasalnya, dengan fakta-fakta di lapangan yang masih ditemukan keraguan serta pertanyaan dari masyarakat, dirinya menduga terjadi "main mata" antara pemilik usaha dengan pihak instansi terkait.
"Secara aturan, Satpol PP yang merupakan penegak Perda biasanya memberikan alasan atau informasi kepada masyarakat tentang tindakan yang sudah dilakukan. Kabarnya waktu itu sempat ditutup, sekarang sudah buka lagi. Kenapa tidak dijelaskan alasan dan pertimbangannya, karena hal ini menyangkut PAD (Pendapatan Asli Daerah), jangan hanya terputus di oknum saja," ucap Badar.
Terkait izin tinggal warga asing pemilik dan pegawai restoran Badar menegaskan, tidak ada yang tidak mungkin jika masih ada oknum-oknum pejabat yang mudah dimanfaatkan oleh pengusaha. Karena menurutnya, walau pun mungkin saat ini mereka telah memiliki izin tinggal resmi, seharusnya pelanggaran yang sebelumnya ditindak terlebih dahulu.
"Ya apa sih yang ngga bisa? Kalau menjalankan prosedur, seharusnya mereka ditindak dan disanksi lebih dulu. Nah, kalau hal itu dijalankan mungkin sampai saat ini mereka belum bisa kembali masuk Indonesia. Karena setahu saya kalau dideportasi itu tidak bisa masuk lagi selama 6 bulan, tapi ya sudahlah," pungkas Badar.