Jurnalist.online,Tuban - Setelah kalah di PTUN, Mardjojo alias Tio Eng Bo, kembali gagal di Pengadilan Negeri (PN) Tuban. Majelis hakim yang menangani kasus ini menyebut, yang dilakukan tergugat (Mardjojo) dalam konflik kepengurusan di Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban adalah tindakan melawan hukum.
Dalam amar putusan PN Tuban tertanggal 10 Mei 2021 terungkap majelis hakim menolak eksepsi tergugat dan turut tergugat untuk seluruhnya. Hakim juga menyatakan, mereka mengabulkan gugatan para penggugat yang sebelumnya telah dilayangkan ke pengadilan. Gugatan diwakili oleh Wiwit Endra, Yulia Canza dan Minawati. Surat gugatan tertanggal 16 Oktober 2020, dengan Nomor Perkara 21/Pdt.G/2020/PN.Tuban.
Kuasa Hukum penggugat dalam sengketa Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban, Yoyok Sismoyo, mengatakan pihaknya sudah menerima surat putusan dari PN Tuban tersebut. Isi surat tersebut sangat jelas, menolak semua eksepsi yang disampaikan kubu tergugat (Mardjojo). Majelis hakim juga mengatakan, semua yang dilakukan kubu Mardjojo hingga kemudian terbit Surat Keputusan dari Dirjen Bimbingan Masyarakat Buddha yang mengatakan bahwa Kelenteng Kwan Sing Bio adalah tempat ibadah Umat Buddha, adalah tindakan melawan hukum.
“Majelis hakim mengatakan, permohonan Tanda Daftar Tempat Ibadah Klenteng Tuban untuk mendapatkan tanda daftar rumah ibadah Agama Buddha yang ditujukan kepada Dirjen Bimas Budha Kementerian Agama RI, adalah perbuatan melawan hukum. Apalagi dia membuat surat pernyataan sebagai lampiran dalam pengajuan tanda daftar rumah ibadah, bahwa tidak ada sengketa di Kelenteng Tuban. Itu pernyataan bohong sehingga bisa masuk ranah pidana,” kata Yoyok sembari menyitir bunyi poin 2 dari amar putusan majelis hakim di PN Tuban.
Dalam keterangannya kepada awak media Yoyok melanjutkan, ada 7 poin amar putusan dari majelis hakim PN yang disampaikan. Pada poin pertama, majelis hakim PN secara tegas mengabulkan gugatan para penggugat yang ia wakili. Sedangkan poin-poin lainnya, berisi tentang penolakan majelis hakim atas eksepsi yang disampaikan tergugat.
Terkait putusan ini, Ketua Penilik Demisioner Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban, Alim Sugiantoro, mengatakan putusan majelis hakim ini sekali lagi menguatkan tegaknya kebenaran di Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban. Kebenaran dimaksud adalah bahwa kelenteng terbesar di Asia Tenggara ini adalah tempat ibadah bersama tiga agama, yakni Khonghucu, Buddha dan Tao. Dalam keseharian, kepengurusan kelenteng dilakukan oleh Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD), di mana dirinya adalah sebagai Ketua Penilik Demisioner.
“Dari dulu dan sampai kapan pun, Kelenteng Kwan Sing Bio ini bukanlah wihara. Ini menjadi tempat ibadah kami semua, bukan tempat ibadah saudara-saudara umat Buddha saja,” tandas Alim.
Ia mengharapkan putusan dari majelis hakim di PN Tuban ini hendaknya menjadi akhir dari sengketa berkepanjangan yang terjadi menyangkut keberadaan Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban. Selanjutnya dia berharap semua pihak, terutama umat-umat Khonghucu, Buddha dan Tao yang selama ini menjadikan kelenteng ini sebagai tempat ibadah, bisa kembali bersatu dalam menjalankan ibadahnya masing-masing dengan tenang dan aman, dalam kerangka kerukunan secara keseluruhan.
Alim menyadari konflik yang terjadi selama ini bukan saja melelahkan para pengurus, tapi juga telah membuat umat secara keseluruhan sangat tidak nyaman dan merasa tidak tenang. Sengketa ini, baginya juga menjadi sesuatu yang memalukan, di negara yang sangat menjunjung tinggi toleransi beragama dan kesadaran pentingnya menjaga kerukunan.
“Tapi saya bersyukur, negara dan pemerintah masih hadir untuk meluruskan sesuatu yang melenceng dan keliru di kelenteng ini. Buktinya, Dirjen Bimas Buddha pun kemudian dengan bijak mengakui kekeliruannya dan mencabut seluruh keputusan dan produk tata usaha negaranya, termasuk surat yang menyatakan Kelenteng Tuban sebagai Tempat Ibadah Umat Buddha. Mereka juga jelas-jelas tidak melakukan banding ke PTUN. Semoga semua pihak bisa menyadari dan segera berbenah untuk masa depan yang lebih baik untuk kita semua,” katanya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Tempat Ibadah Tri Dharma (TTID) ini sebelumnya ditutup sejak 27 Juli 2020 akibat konflik kepengurusan. Kelenteng Kwan Sing Bio yang sudah ratusan tahun berdiri kokoh di Kabupaten Tuban, terusik. Pemicunya adalah keputusan Ditjen Bimas Buddha yang mengubah status kelenteng menjadi wihara atau tempat ibadah Umat Buddha pada 8 Juli 2020.
Pasca-keputusan tersebut, ada upaya pengalihan penguasaan secara paksa oleh pihak yang merasa diuntungkan dengan keputusan Ditjen Bimas Agama Buddha dengan cara mengembok atau mengunci Kelenteng Kwan Sing Bio.
Selama tiga bulan kelenteng dalam kondisi terkunci, Pengurus Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD) selaku pengelola Kelenteng Kwan Sing Bio pun protes atas perlakukan yang diskriminatif terhadap warga Khonghucu. Bahkan pengelola Kelenteng Kwan Sing Bio mengajukan gugatan kepada Ditjen Bimas Agama Buddha Kementerian Agama ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur pada Jumat 11 September 2020.
Dalam perkembangannya kemudian, PTUN mengabulkan gugatan pengurus Tempat Ibadah Tri Dharma secara keseluruhan. Majelis hakim PTUN memerintahkan Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama sebagai Tergugat I untuk mencabut Keputusan Tata Usaha Negara berupa Tanda Daftar Rumah Ibadah Buddha tertanggal 08 Juli 2020, serta mencabut Surat Direktur Jenderal Bimas Buddha Kementerian Agama RI tertanggal 13 Juli 2020 menyangkut hal Pengurus dan Penilik TITD Kwan Sing Bio dan Tjoe Ling Kiong Tuban. (Red)